Semakin jauh melangkah,
keinginan untuk mundur semakin saja mendera. Memang teorinya semakin naik prestasi kita,
maka semakin banyak tantangan yang harus ditangguhkan. Ada saja alasan yang
dibuat agar kita mundur dari peraduan. Tapi di satu sisi ingin menyelesaikan
misi setuntas-tuntasnya hingga tak ada satu pun yang bersisa.
Ketika berpikir
tentang masa depan, aku pun meragukan untuk menentukan ke mana arah yang ingin kutuju. Ketika
hendak memantapkan pilihan, aku pun tak mampu untuk menentukan hati. Ketika
dituntut untuk melakukan yang terbaik, aku pun tak tau bagaimana harus memulai.
Ketika dunia terasa semakin sulit, aku pun berpikir bisakah dunia ini sedikit
dipermudah. Tak
ada yang mudah. Semua akan tampak sulit. Tak ada yang tak mudah, hanya
tergantung seberapa besar usaha kita. Hidup itu memang sebuah pilihan. Kita
hanya diminta memilih mau hidup seperti apa kita. Hidup di zona nyaman atau
sebaliknya. Dan satu hal yang kutau, pilihan itu hanya ada dua, tak lebih dan
tak kurang, dan hanya satu pilihan yang harus diambil.
Ketika kau hendak menyerah, coba ingatlah seberapa besar perjuanganmu dan
harapan orang-orang padamu untuk bisa berada di titik saat ini kau berdiri.
Ketika tidak ada lagi harapan untuk melanjutkan perjalanan, coba ingatlah
betapa indah impianmu dulu. Ketika langkah ini hendak kau hentikan, coba
ingatlah seberapa keras kau telah menerjang badai hingga akhirnya sampai di
sini. Ketika kau telah lelah dengan keadaan ini, adakah harapan untuk berhenti
sejenak, berpikir, dan mencoba mengawalinya kembali? Ketika kau merasa tak ada
yang mempedulikanmu, coba ingatlah betapa sering kau mempedulikan sesama karena
bisa jadi kau sedang dalam titik keseimbangan. Ketika kau terdiam dan merasa
sendiri, tak perlu mengingat masa-masa indah bersama mereka. Cukup jadikan waktu ini untuk merenung dan
berpikir positiflah.
Aku, kau, kita, mereka pun tau, tak ada yang sia-sia di dunia ini. ALLAH
telah menciptakan segalanya dengan rahmat-Nya. Jadi, nikmat ALLAH yang manakah
yang hendak kau dustakan?