Senin, 02 April 2012

Ketika Iman dan Islam Kita Dipertanyakan

Ketika aku melihat keadaan di sekitarku, kadang aku berpikir, untuk apa kita shalat jika hati selalu dengki dengan apa yang diperoleh orang lain, untuk apa kita shalat jika hati selalu panas dengan apa yang dimiliki oleh orang lain, untuk apa kita menghadap ke kehadirat-Nya jika hati tak pernah menyatu dengan Hadir-Nya, untuk apa kita mendekat pada-Nya jika pada kenyataannya kita malah menjauh dari-Nya, untuk apa kita berpuasa jika diri kita tidak pernah sabar dengan keadaan kita yang apa adanya, untuk apa kita berpuasa jika kita tak pernah bersyukur dengan nikmat yang telah diberikan-Nya, untuk apa kita berpuasa jika hati kita tidak pernah ikhlas dengan apa yang kita punya, untuk apa kita berpuasa jika kita tak dapat menahan ego dan amarah kita saat orang lain tak sepaham dengan kita, untuk apa menyerukan nama-Nya jika sebenarnya kita tak mengerti maknanya, untuk apa kita mengaku Muslim jika iman kita tak teraba dalam hati kita, untuk apa mempelajari agama-Nya jika pada kenyataannya kita tak pernah mengamalkan agama-Nya, untuk apa menjadi keturunan para wali jika pada kenyataannya hidup kita tak pernah dinaungi oleh Islam dan Iman yang mantap.

Bukankah mereka mengajak kita shalat agar hati kita menjadi tenang dan damai, bukankah mereka mengajak kita shalat agar kita selalu ingat bahwa segala yang di dunia adalah titipan dari-Nya kepada yang berhak dititipkan oleh-Nya, bukankah kita menghadap-Nya agar hati kita selalu dekat dengan-Nya dan berharap ada jalan lurus dari-Nya untuk kita, bukankah mereka mengajak kita berpuasa agar kita dapat menahan diri dari ego dan amarah yang tak seharusnya kita menurutinya, bukankah mereka mengajak kita berpuasa agar kita dapat ikhlas dengan apa yang kita miliki dan mensyukuri nikmat dari-Nya, bukankah mereka melahirkan kita menjadi Muslim karena kita adalah penegak Iman dan Islam, bukankah mereka telah mengajarkan kita agama-Nya agar kita mampu menjaga sikap dan lisan kita, bukankah mereka melahirkan kita di tengah keluarga para wali agar kita dapat selalu istiqomah di Jalan-Nya dan selalu mendapat Naungan-Nya.

Lantas apa yang membuat kita melanggar itu semua? Lantas, dimana keimanan kita selama ini? Dimana keislaman kita selama ini? Bilamana sikap dan lisan hingga akhir hayat kita tak pernah dijaga? Apa jadinya Islam yang telah dibina sejak lahir? Apa guna agama yang kita bawa jika watak kita yang keras ini tak berubah? Akankah kita menyadari penyimpangan yang membuat hidup kita ini tak pernah tenang sepanjang waktu? Tak bosankah kita menganggap diri kita selalu benar dan orang lain yang salah? Pantaskah kita menyombongkan diri seperti saat ini?

Naudzubillah.

Semoga kita tertampar, tersentak, dan kembali ke Jalan-Nya. Insya ALLAH.

Allohu’alam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar